Sebagian hadits ada yang membicarakan bahwa lailatul qadar jatuh pada malam ke-27. Apakah benar bisa dipastikan seperti itu?
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Bulughul Marom hadits no. 705,
وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: – لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ.
وَقَدْ اِخْتُلِفَ فِي تَعْيِينِهَا عَلَى أَرْبَعِينَ قَوْلًا أَوْرَدْتُهَا فِي ” فَتْحِ اَلْبَارِي “
Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata mengenai lailatul qadar itu terjadi pada malam ke-27. Diriwayatkan oleh Abu Daud. Namun pendapat yang kuat, hadits ini mauquf, yaitu hanya perkataan sahabat. Para ulama berselisih mengenai tanggal pasti lailatul qadar. Ada 24 pendapat dalam masalah ini yang dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud no. 1386.
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Hadits tersebut menunjukkan bahwa lailatul qadar jatuh pada malam ke-27. Ini adalah hasil ijtihad dari Mu’awiyah. Juga ada riwayat pendukung dari Ubay bin Ka’ab,
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ أُبَىٌّ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata mengenai malam lailatul qadar, “Demi Allah, aku sungguh mengetahui malam tersebut. Malam tersebut adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk menghidupkannya dengan shalat malam, yaitu malam ke-27 dari bulan Ramadhan.” (HR. Muslim no. 762).
2- Para ulama sebenarnya berselisih pendapat kapankah lailatul qadar pasti terjadi. Al Hafizh Ibnu Hajar sampai menyebutkan ada 46 pendapat dalam masalah ini dan kebanyakan tidaklah berdasar. Namun dari pendapat-pendapat tersebut dapat dijadikan tiga:
a- Pendapat yang keliru yang menyatakan bahwa malam lailatul qadar sudah tidak ada lagi, atau pendapat yang menyatakan bahwa lailatul qadar itu di sepanjang tahun atau ada yang mengatakan bahwa lailatul qadar terjadi pada malam nishfu Sya’ban.
b- Pendapat yang dho’if (lemah) yang menyatakan bahwa lailatul qadar terjadi di awal atau pertengahan Ramadhan.
c- Pendapat terkuat yang mengatakan bahwa lailatul qadar terdapat di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Intinya, pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang menyatakan bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dan malam ganjil itu lebih mungkin. Dan malam ke-27 lebih mungkin terjadi daripada malam lainnya. Sampai-sampai Ubay bin Ka’ab bersumpah bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27.
Sedangkan Abu Qilabah dan segolongan ulama berpendapat bahwa lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnnya.
Imam Nawawi rahimahullah menukil pendapat dari ulama muhaqqiqun,
. وَقَالَ الْمُحَقِّقُونَ : إِنَّهَا تَنْتَقِل فَتَكُون فِي سَنَة : لَيْلَة سَبْع وَعِشْرِينَ ، وَفِي سَنَة : لَيْلَة ثَلَاث ، وَسَنَة : لَيْلَة إِحْدَى ، وَلَيْلَة أُخْرَى وَهَذَا أَظْهَر . وَفِيهِ جَمْع بَيْن الْأَحَادِيث الْمُخْتَلِفَة فِيهَا
“Menurut para ulama yang meneliti, lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya. Kadangkala di suatu tahun terjadi pada malam ke-27, kadang di malam 23, atau bisa jadi di malam ke-21, atau di malam lainnya. Inilah pendapat yang lebih tepat karena kompromi dari berbagai macam dalil yang ada.”
Apa hikmah sampai-sampai lailatul qadar dirahasiakan?
Hal ini supaya kaum muslimin semangat mencari kapankah malam tersebut. Akan nampak jelas siapakah yang semangat mencari dan siapakah yang malas. Seandainya lailatul qadar sudah dipastikan waktunya tentu orang-orang hanya akan mengisi ibadah pada malam tersebut saja. Itulah mengapa malam lailatul qadar dirahasiakan agar kaum muslimin semakin semangat menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan, apalagi di sepuluh hari terakhir sehingga mereka bisa mendapat pahala yang besar.
Semoga Allah memudahkan kita meraih malam yang lebih utama dari 1000 bulan, yaitu malam lailatul qadar.
Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 146-148.
—
Disusun di tengah malam 23 Ramadhan 1434 H @ Pondok mertua Indah di Panggang, Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat